Hallo guys.. Tulisan kali ini
masih berkaitan dengan tulisan sebelumnya mengenai Desa Seraya, Karangasem,
Bali. Kali ini saya akan menuliskan tentang Tradisi dan Budaya di Desa Seraya ,
Karangasem, Bali. Yuk disimak.
Desa
Seraya merupakan salah satu desa tua yang ada di Bali. Dalam berkomunikasi
masyarakat Desa Seraya memiliki bahasa Seraya yaitu bahasa khas
yang mereka miliki dari turun temurun di samping bahasa Bali. Bahasa Seraya
digunakan hanya kepada penduduk asli Seraya. Selain itu di Desa Seraya juga ada
Nyanyi-nyanyian. Desa Seraya memiliki nyanyi-nyanyian sakral yang dilatunkan
pada saat ada upacara tertentu atau pada saat adanya penduduk desa yang
meninggal. Desa Seraya terletak di 7 km
dari Kecamatan Karangasem, 7 km dari Kabupaten Karangasem, 86 km dari ibu kota
Provinsi Bali yaitu Denpasar. Batas-batas Desa Seraya secara geografis
dapat dilihat sebagai berikut : sebelah utara ada desa Bukit, sebelah timur ada
desa Tulamben, sebelah barat ada desa Tumbu, Ujung hyang dan sebelah selatan
ada selat lombok atau laut. Desa Seraya terdiri dari tiga desa kedinasan yaitu
Seraya Barat, Seraya Tengah dan Seraya Timur dengan luas wilayah 295 km yang
memiliki ketinggian 30-500 m dari permukaan laut dengan kemiringan rata-rata
4,5 dengan iklim tropis dan curah hujan rata-rata 74 hari pertahun. Tanaman
yang dikembangkan adalah kelapa, jagung, kacang dan tanaman lainnya yang tahan
terhadap cuaca yang panas dengan musim tanam setahun sekali. Di Desa Seraya
terdapat berbagai tradisi unik yang sampai saat ini masih ada dan lestari.
Adapun tradisi unik tersebut yakni :
1. GEBUG
ENDE
Gebug
Ende Seraya atau juga bisa disebut perang rotan, merupakan warisan budaya
dan tradisi leluhur yang masih dilakoni oleh warga sampai saat ini, tradisi
unik ini digelar berkaitan dengan musim kemarau atau bisa dibilang untuk
memohon turun hujan pada sasih Kapat (kalender Hindu Bali) atau pada bulan
Oktober – Nopember. Desa Seraya sendiri terletak di sebuah dataran
tinggi, di mana kondisi geografisnya akan cenderung terlihat tanahnya tandus
dan kering pada musim kemarau panjang, hal ini tentu tidak menguntungkan bagi
petani yang mengandalkan pertanian tadah hujan, yang mampu dilakukan adalah
usaha ritual agar turunnya hujan, diawali dengan melakukan persembahyangan
dengan berbagai banten (sesajen), kemudian dilanjutkan dengan adu ketangkasan
ini yang tidak main-main dan perlu keahlian khusus, yang mana 2 orang
pria saling berhadapan untuk bertanding, membawa tongkat dari rotan dengan
panjang 1.5 - 2 meter yang digunakan untuk memukul/ menggebug (GEBUG) lawan,
dan di salah satu tangannya, biasanya yang sebelah kiri membawa tameng (ENDE)
berbentu bundar yang digunakan menangkis serangan lawan. Di Desa Seraya hasil
bumi yang terkenal adalah jagung Seraya yang terkenal gurih dan empuk, mata
pencaharian masyarakat sebagai petani, itulah sebabnya kebutuhan air adalah
prioritas utama di desa ini, untuk itu Gebug Ende selalu digelar untuk memohon
turunnya hujan. Mereka yang bertanding dipimpin oleh seorang wasit yang
dinamakan Saye dan memberikan intruksi mana yang boleh di serang, mereka pada
umumnya tidak mengenakan baju sehingga tongkat kayu akan langsung mengenai
tubuh. Diiringi oleh gamelan yang memacu semangat mereka bertarung, ritual akan
lebih baik jika ada yang terluka dan meneteskan darahnya. Memang perlu keahlian
khusus, dan sedikit berbahaya. Pementasan perang tanding dalam tradisi Gebug
Ende tersebut, berhubungan dengan tradisi dan kepercayaan warga yang
berhubungan juga dengan ritual keagamaan. Ini cukup menarik untuk bisa anda
saksikan, namun demikian tentu perlu moment yang tepat karena hanya
dipentaskan dalam waktu-waktu tertentu juga.
2. MAGENJEKAN
Genjek atau megenjekan berasal
dari kata gonna yang berarti gegonjakan, candaan atau senda gurau. Sejarah atau
awal mulai dari tarian Genjek ini, tentunya berbeda dengan tari tradisional
lainnya yang diciptakan oleh maestro seni, namun berawal dari acara
kumpul-kumpul setelah beraktifitas kemudian ditemani dengan tuak sejenis
minuman beralkohol yang dihasilkan dari pohon lontar, kelapa ataupun enau. Yang
mana kawasan Desa Seraya ini merupakan penghasil minuman tuak dan memiliki mutu
baik, termasuk dalam perkembangannya sekarang ini tuak juga diolah menjadi arak
dengan konsentrasi alkohol yang cukup tinggi. Kumpul bersama sambil minum
alkohol sejenis tuak ini dikenal warga sebagai tradisi “metuakan” tentunya
kebiasaan seperti ini dilakukan oleh kaum laki-laki saja, semakin lama tentunya
semakin hilang kesadaran alias mabuk, mereka mulai bernyanyi meluapkan
kegembiraannya, diikuti oleh teman lainnya. Akhirnya kebiasaan "metuakan"
ini hampir pasti dibarengi dengan megenjekan atau tarian genjek tersebut,
metuakan tanpa genjek terasa kurang pas. Akhirnya munculah grup-grup genjek
menciptakan gending (nyanyian) dan akhirnya digunakan saat acara metuakan,
beberapa group genjek juga menciptakan album genjek yang bisa didengarkan dan
ditiru oleh setiap orang, sehingga nantinya bisa ditiru dalam setiap
acara minum bersama dan tanpa dikomando akan diikuti oleh teman lainnya. Tari
Genjek merupakan tari pergaulan, sangat universal, sangat menyesuaikan dengan
suasana dan perkembangan terkini, tidak terpaku pada gerakan atau olah vokal
yang baku, mereka bebas berkreasi, seorang pembawa lagu (gending) bahkan bebas
secara spontan menciptakan lagu sendiri atau mengenalkan lagu baru, yang
menuntut kemahiran teman lainnya untuk mengikutinya dengan suara vokal yang
sesuai termasuk kekompakan vokal pengiring. Dan sebuah kebanggaan jika mereka
sanggup dan bisa kompak dalam mengiringi lagu yang dibawakan oleh pembawa lagu.
Tema lagu yang dibawakan biasanya berisi nasehat, rayuan, kritik, motivasi,
pujian bahkan sindiran yang sangat komunikatif.
3. MEGIBUNG
Megibung adalah kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat atau sebagian orang untuk duduk bersama saling
berbagi satu sama lain, terutama dalam hal makanan. Tidak hanya perut kenyang
yang diperoleh dari kegiatan ini, namun sembari makan kita dapat bertukar
pikiran bahkan bersenda gurau satu sama lain. Megibung berasal
dari kata “gibung” yang mendapat awalan “me-“. Gibung berarti
kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang yaitu saling berbagi antara orang
yang satu dengan yang lainnya, sedangkan awalan “me-” berarti melakukan
suatu kegiatan. Tradisi Megibung merupakan kegiatan yang dimiliki oleh masyarakat
Desa Seraya dan Desa lainnya di Karangasem yang daerahnya terletak di ujung
timur Pulau Dewata.Tanpa disadari, Megibung menjadi suatu maskot atau
ciri khas Kabupaten Karangasem yang ibu kotanya Amlapura ini. Tradisi Megibung
sudah ada sejak jaman dahulu yang keberadaannya hingga saat ini masih kerap
kali kita dapat jumpai. Bahkan sudah menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat itu
sendiri di dalam melakukan suatu kegiatan baik dalam upacara keagamaan, adat
maupun kegiatan sehari-hari masyarakat apabila sedang bercengkrama maupun
berkumpul dengan sanak saudara. Saat ini kegiatan megibung kerap kali
dapat dijumpai pada saat prosesi berlangsungnya upacara adat dan keagamaan di
suatu tempat di Karangasem. Seperti misalnya dalam Upacara Dewa Yadnya, Pitra
Yadnya, Bhuta Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. Megibung merupakan acara
makan bersama yang dilakukan masyarakat Desa Seraya atau Karangasem yang mana
5-7 orang duduk bersila bersama membentuk lingkaran, Nasi yang disuguhkan dan
akan dimakan, ditaruh di satu wadah (nare besar), lauk dan pelengkap
nasi berupa sate, lawar (makanan Khas Bali), sop dan yang lainnya ditaruh di
satu wadah (nare kecil). Megibung dilakukan secara bersamaan dan makan
menggunakan tangan. Ada beberapa aturan ketika melaksanakan kegiatan megibung
ini yakni pada saat makan tidak boleh ada yang terjatuh di wadah/tempat nasi
namun harus di luar nare tempat nasi tersebut dan apabila ada salah seorang
peserta megibung ada yang terlebih dahulu kenyang, orang tersebut tidak boleh
terlebih dahulu bangun atau meninggalkan tempat megibung namun meski menunggu
yang lain supaya selesai makan dan bangun secara bersama-sama. Kegiatan
Megibung maknanya sangatlah besar bagi kita semua terutama dalam hal
kebersamaan serta saling berbagi satu sama lain tanpa melihat kasta dan materi
yang dimiliki seseorang.
Sekian yang dapat saya tuliskan
mengenai Tradisi Unik di Desa Seraya, Karangasem, Bali. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa banyak tradisi unik yang ada dimasing-masing daerah
yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut. Sebagai warga masyarakat Bali
marilah kita bersama-sama menjaga tradisi yang kita miliki sehingga
keberadaannya tidak punah dan ditumbuhkembangkan sepanjang masa. Terimakasih,
nantikan tulisan saya selanjutnya yaa..
Sumber foto : Bali Tours
Club dan Youtube.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar