Sejarah Desa Seraya ini saya tulis karena banyak
penduduk Desa Seraya yang melupakan sejarah Leluhur maupun Desanya sendiri.
Tidak ada maksud saya untuk mengungkit atau membangkitkan pandangan tentang
perbedaan Kasta maupun soroh.
Desa Pakraman Seraya adaalah salah satu desa tua yang tidak dapat dipisahkan
dari sejarah Pulau Bali. Peradaban masyarakat Desa Seraya bisa dilihat
dari beberapa catatan dan beberapa peninggalan seperti misalnya alat musik
Selonding. Yang mana alat musik Selonding ini mulai dikenal pada zaman kerajaan
Kediri di Jawa Timur sekitar abad ke-10. Gamelan ini banyak tercatat dalam
prasasti Raja-raja Bali kuno dimulai dari pemerintahan Maharaja Sri Jaya Sakti
sampai dengan awal pemerintahan Majapahit di Bali. Mengenai kapan mulai
diperkenalkannya alat musik selonding ini di Desa Seraya ada duaa kemungkinan,
yaitu antara sebelum dan sesudah Majapahit berkuasa di Bali. Karena sebelum dan
sesudah Majapahit berkuasa di Bali kepemimpinan di Bali maupun di Desa Seraya masih
dipegang oleh Raja yg masih merupakan keturunan Kediri / Singasari.
Salah satu bukti lain peradaban seraya yaitu keris Budha dan Prasasti yang berbahasa Kawi. Pada umumnya keris yang ada di Desa Seraya yang diwariskan dari generasi ke generasi adalah keris lurus alias tanpa luk atau lekukan. Para sejarawan umumnya bersepakat, keris dari periode pra-Singasari dikenal sebagai “Keris Budha”, yang berbentuk pendek dan tidak berlekuk. Sedangkan bahasa kawi adalah bahasa yg pernah digunakan di wilayah asia tenggara sekitar abad ke-8 hingga 16 Masehi, aksara ini terutama digunakan di wilayah Jawa dan Bali.
Salah satu bukti lain peradaban seraya yaitu keris Budha dan Prasasti yang berbahasa Kawi. Pada umumnya keris yang ada di Desa Seraya yang diwariskan dari generasi ke generasi adalah keris lurus alias tanpa luk atau lekukan. Para sejarawan umumnya bersepakat, keris dari periode pra-Singasari dikenal sebagai “Keris Budha”, yang berbentuk pendek dan tidak berlekuk. Sedangkan bahasa kawi adalah bahasa yg pernah digunakan di wilayah asia tenggara sekitar abad ke-8 hingga 16 Masehi, aksara ini terutama digunakan di wilayah Jawa dan Bali.
Asal-Usul kata “Seraya”. Seraya adalah suatu wilayah atau tempat terbitnya sang
Matahari. Ada yg berasumsi bahwa istilah atau kata “Seraya” bersal dari bahasa
Sansekerta yaitu dari kata Craya yang berarti teman, disebut teman karena
Kerajaan Karangasem mencari teman atau bantuan ke Desa Pakraman Seraya untuk
bertempur melawan Kerajaan Lombok. Namun istilah “Seraya” sudah ada sebelum
kerajaan karangasem terbentuk. Kerajaan Karangasem baru ada sekitar tahun 1556
M yg merupakan dinasti Batan Jeruk. Sedangkan istilah Seraya sudah dikenal
sejak masa kepemimpinan Trah Arya Kanuruhan. Expansi Gajah Mada dan Arya
Kanuruhan beserta Arya-Arya yg lain ke Bali di mulai dari tahun 1343 M. Dan
Majapahit (Sri Aji Kresna Kepakisan) mulai memerintah pada tahun 1352 termasuk
juga Trah Arya Kanuruhan di Desa Seraya. Seraya berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu Surya yg berarti Matahari. Ya benar saja kalau dilihat dari pulau bali,
matahari terbit tepat di desa seraya karena desa seraya tepat berada di ujung
timur pulau bali. Sehingga seraya dikatakan sebagai Kepalanya pulau bali. Maka
tak heran jika ada juga yg mengatakan kata Seraya berasal dari kata sirah dan
iya, kata sirah berarti kepala dan iya berarti dia, jadi Desa Seraya dikatakan
sebagai kepala dari pulau Bali karena terletak paling timur dari pulau Bali.
Menurut kepercayaan umat Hindu arah atau tempat sebelah timur merupakan tempat
yg Suci, karena itu desa seraya merupakan wilayah yg penting bagi Raja-raja yg
pernah memerintah di bali.
Sebelum lebih jauh tentang Desa Seraya, mari kita
flash back dulu. Bacanya tidak udah tegang yaa, sambil minum teh hangat atau
kopi ditambah jagung nyanyah (Jagung Goreng Asli Seraya) pasti tambah mantap.
hehehe Walaupun Singasari sudah jatuh ditangan kekuasaan Majapahit namun Bali
tidak mau tunduk terhadap majapahit sehingga memicu pecahnya perang antara
kerajaan Bali denganMajapahit. Tahun 1343 M adalah tahun invasi Gajah Mada ke
tanah Bali, pada waktu itu Bali dipimin oleh seorang raja yg bergelar Sri
Astasura Ratna Bumi Banten ( Raja Bedahulu ) yg berada dibawah kekuasaan
kerajaan Singasari di Kediri. Pimpinan penyerbuan ke tanah Bali, di pirnpin
langsung oleh Gajah Mada dan Kebo Taruna ( Arya Kanuruhan ) beserta Arya-Arya
lainnya sehingga Bali di kepung dan di gempur dari empat jurusan yakni Dari
jurusan Timur di bawah pimpinan Gajah Mada.
- Dari jurusan Utara di bawah pimpinan Arya Damar, Arya Sentong dan Arya Kuta waringin
- Dari jurusan Barat di pimpin oleh tentara Sunda
- Dari jurusan Selatan di pimpin oleh Arya Kenceng, Arya Belog, Pengalasan, Arya kanuruhan, dan Arya Belotong.
Sedangkan Panglima Bali pada saat ini muncullah:
- Menghadapi serangan Timur, dipimpim oleh Ki Tunjung Tutur dan Ki Kopang
- Menghadapi serangan dari Utara Ki Girilemana dan Ki Bwangkang.Menghadapi serangan dari Selatan, di pimpin oleh Ki Gudug Basur, Dhemun Anggeh, dan Ki Tambyak,
- Menghadapi serangan umum, Ki Pasung Grigis dan Pangeran Madatama
Pada saat Gajah Mada meninggalkan Bali, maka untuk
keamanan pulau Bali, maka Gajah Mada menempatkan tentaranya di pulau Bali
sebagai berikut :
- Arya Kuta Waringin di Gelgel
- Arya Kenceng di Tabanan.
- Arya BArya Dalancang diKapal
- Arya Belotong di Pacung.
- Arya Sentong di Carang sari
- Arya Kanuruhan di Tangkas.
- Kryan Punta di Mambal.
- Kryan Jerudeh di Temukti.
- Kryan Tumenggung di Patemon
- Arya Demung Wang Bang di Kertalangu. ( keturunan Kediri ).
- Arya Wang Bang ( Keturunan Mataram ) di pusat Bedahulu.
- Arya Melel Cengkrong ( Jaran bhana ) di Jembrana.
- Arya Pemacekang di Bondalem.
Pada akhirnya Majapahit menang. Setelah wafatnya Raja Bali dan Ki Pasung
Grigis, terjadilah kekosongan kekuasaan di Bali. Sering terjadi pemberontakan
oleh orang-orang Bali Aga/ Bali Mula/ Prebali. Walaupun sebagian besar tentara
Gajah Mada di tempatkan di pulau ini untuk mengawasi keamanan, tetapi ternyata
pasukan ini tidak mempu menjamin ketertiban sepenuhnya karena tentara Majapahit
kurang bijaksana dan selalu memperlihatkan keangkuhan sebagai seorang pemenang,
sedangkan orang Bali belum bisa menerima pemerintahan Majapahit yang bukan
merupakan keturunan raja - raja Daha, dengan demikian keadaan semakin menjadi
kacau. Melihat keadaan Bali semakin rumit, maka Patih Ulung, Pamacekan clan Ki
Pasekan, Kiyayi Padang Subadra memberanikan diri menghadap ke Majapahit dan
mohon diadakan wakil raja yang mampu meredakan ketegangan yang ada di tanah
Bali Terpikirlah oleh Maha Patih Gajah Mada untuk mencari tokoh yang masih ada
hubungannya dengan raja raja Daha, tetapi tidak diragukan kesetiaannya terhadap
Majapahit. Setelah dirundingkan maka terpilihlah putra dari Mpu Kepakisan yang
bcrnama Empu Kresna Kepakisan seorang keluarga Brahmana yang masih ada hubungan
darah dengan Daha (Kediri), sehingga dengan pengangkatan ini maka statvis ke Brahmanaannya
diturunkan menjadi Ksatrya.
Kedatangan Dalem Ketut Kresna
Kepakisan menjadi raja di Bali ( Bcliau dinobatkan pada tahun ” Yoga Munikang
netra den ing Bhaskara ( 1274 Caka) maka beliau tidak memilih tempat di
Bedahulu. Akan tetapi beliau menempatkan diri di Samprangan, dengan maksud
untuk menjauhkan diri dari ketegangan - ketegangan dalam ibu kota, akan tetapi
cukup dekat untuk mengadakan pengawasan, sehingga pemerintahan dapat berjalan
dengan obyektif. Ketertiban Bali ternyata belum bisa ditertibkan, banyak orang
Bali Aga masih belum mau menyatakan setia kepada penguasa Samprangan, walaupun
sudah dipenuhi tuntutan - tuntutan mereka seperti yang pernah disampaikan oleh
Patih Ulung. Untuk melemahkan pemberontakan Bali Aga tersebut maka Gajah Mada
mengirim beberapa pasukannya ke Bali ; seperti : Tan Kober, Tan Kawur, Tan
Mundur, dan Arya Gajah Para, sehigga terjepitlah daerah Bali Aga, dan tidak
dapat berbuat banyak.
Sekarang kembali ke Seraya, setelah
kepimpinan di Bali saat itu adalah Trah Dalem di Gelgel, maka tokoh Agama, seni
dan budaya dari Majapahit datang ke Bali dan menetap sekaligus mengganti pucuk
pimpinan di Seraya adalah Arya Kanuruhan yg sering disebut dg Soroh 40 serta
mengembangkan seni budaya yg sampai sekarang masih dilestarikan. Arya Kanuruhan
masih merupakan keturunan dari Prabu Airlangga di Kadiri yg menganut Ajaran Sri
Visnu. Kemudian wilayah Bali bagian paling timur ini di isi juga oleh
orang-orang yang berasal dari Pasek Gelgel, penerus Arya Kanuruhan yaitu Arya
Tangkas Kori Agung, dan keturunan dari De Gurun Pasek Gelgel ( Ki Dukuh ) dan
warga Pande dll. Desa Seraya dibangun oleh orang-orang yg berasal dari
keturunan Majapahit yg dipimpin oleh Trah Arya Kanuruhan. Karena istilah
Kayangan tiga baru dikenal ketika masa pemerintahan Dalem Gelgel di Bali,
tepatnya ketika kedatangan Dhanghyang Nirarta ke Bali. Masyarakat Seraya yg
dipimpin oleh soroh 40 merupakan golongan yg anti Belanda. Kemudian pada masa
pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1921 ketika seraya bukan lagi menjadi
salah satu punggawa yg dibawahi oleh Anak agung Anglungrah Ketut Karangasem,
kekuasaan soroh 40 sebagai Bendesa Seraya dilengserkan secara paksa yg
digantikan oleh beberapa pendatang dari Desa Mas Ubud serta beberapa dari Desa
Juuk manis.
Okay guys sekian yang dapat saya sampaikan mengenai
Sejarah Desa Seraya, Karangasem, Bali tepatnya Desa kelahiran saya yang
tercinta. Hehehe. Saya mohon maaf apabila ada kata yang kurang berkenan dihati
pembaca atau jika ada salah dalam penulisan sejarah, nama maupun tempat.
Terimakasih karena telah meluangkan waktunya untuk membaca artikel yang saya buat
ini. Semoga bermanfaat dan nantikan tulisan saya berikutnya. See you ......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar